Cara Mencegah Kebakaran Hutan dan Lahan Karhutla 2021

Cara Mencegah Kebakaran Hutan dan Lahan Karhutla 2021

Cara Mencegah Kebakaran Hutan dan Lahan Karhutla 2021Indonesia memiliki banyak hutan sebagai sumber kekayaan alamnya. Sayangnya, hutan dan lahan (karhutla) sering kali terbakar, dan ini terjadi hampir setiap tahun.

Cara Mencegah Kebakaran Hutan dan Lahan Karhutla 2021Cara Mencegah Kebakaran Hutan dan Lahan Karhutla 2021

Nationalfiretraining – Kebakaran hutan dan lahan gambut dapat disebabkan oleh faktor alam, seperti pohon yang tersambar petir, kemudian api menjalar hingga menimbulkan kebakaran. Namun kebakaran tersebut biasanya disebabkan oleh ulah manusia. Pihak yang tidak bertanggung jawab membakar hutan untuk kepentingan dan kepentingan pribadi, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan sekitar dikutip dari kompas.

Karhutla mewakili kebakaran hutan dan lahan di Riau, Kalimantan, dan Sumatera bulan ini. Karhutla menyebabkan bencana kabut asap, mencemari udara dan mengganggu pernapasan.

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tahun ini kebakaran hutan dan lahan menyebabkan satu orang meninggal dunia dan delapan orang lainnya harus mengungsi. Ribuan orang lainnya menderita penyakit akibat kabut asap yang sebagian besar merupakan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

Baca Juga : Cara Memberikan Makanan Tupai Terbang

Presiden Jokowi mengatakan, upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan sudah maksimal, khususnya di Provinsi Riau. Upaya tersebut antara lain pengerahan 5.600 pasukan tambahan untuk memadamkan api melalui darat, menyemprotkan air dengan helikopter (bom air), dan rekayasa meteorologi (hujan buatan).

Berdasarkan data yang sama, tercatat dari Januari hingga Agustus 2019, kebakaran telah menghancurkan 328.724 hektar lahan di Indonesia.

Jumlah titik api yang ditemukan BNPB mencapai 4.077. Di wilayah yang terkena kebakaran hutan dan lahan, Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dinyatakan tidak sehat.

Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di situs WIB 14.30 pada 19 September, menurut catatan, ISPU di Kota Pekanbaru di Riau mencapai 238, termasuk kategori orang yang “sangat tidak sehat”.

Sementara di Kota Jambi, ISPU dinyatakan 142 atau tidak sehat. Kondisi udara serupa juga terjadi di Palembang, Sumatera Selatan, dengan indeks 147 yang dinilai tidak sehat.

Di Pontianak, Kalimantan Barat, ISPU memiliki tinggi 129 yang menandakan tidak sehat. Kemudian di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, ISPU 67, artinya sedang.

Situasi paling parah terjadi di Palangalaya di Kalimantan Tengah, dengan ISPU mencapai 399 yang tergolong berbahaya. Kategori ini mengacu pada tingkat kualitas udara berbahaya yang biasanya sangat berbahaya bagi kesehatan.

Karhutla berarti masalah serius tidak hanya bagi Indonesia tetapi juga bagi negara tetangga. Kabut asap akibat pembakaran terus meluas hingga melanda Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, dan Filipina.

Bulan ini bukan kali pertama Indonesia mengalami kebakaran hutan dan lahan. Menurut catatan sejarah, kebakaran hutan dan lahan skala besar terjadi di Sungai Riau dan Kalimantan pada tahun 1997. Saat itu, dampak kebakaran hutan dan lahan sangat serius, termasuk kecelakaan pesawat dan penyebaran asap ke negara tetangga bahkan Australia.

Menurut laporan Kementerian Lingkungan Hidup (1998), kebakaran hutan dan lahan tahun 1997 merusak sekitar 383.870 hektar. Kebakaran hutan dan lahan berdampak serius pada kesehatan manusia dan lingkungan. Sedikitnya 20 juta penduduk Indonesia secara langsung atau tidak langsung mengalami pencemaran udara dan air.

Asap hitam tersebut memaksa ribuan orang di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur dirawat di rumah sakit. Di Irian Jaya (Papua), ratusan orang tewas karena pengangkutan makanan dan bahan lainnya ke darat terhenti akibat kabut asap.

Selama ini diyakini penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan adalah penggunaan praktik pembukaan lahan pada musim kemarau. Hal tersebut ditemukan Kapolri Tito Karnavian usai menaiki helikopter pada Minggu (15/9/2019) oleh Kepala BNPB dan Panglima TNI untuk meninjau kebakaran hutan dan lahan di Riau.

Tito kaget karena tidak melihat sawit dan perkebunan industri terbakar. Kalaupun ada, hanya ada tepinya. Tito berkata: “Ini menunjukkan cara yang mudah dan murah untuk menggunakan musim kemarau untuk” pembukaan lahan.

Hingga 16 September 2019, polisi memang telah menetapkan 185 tersangka kasus kebakaran hutan dan lahan. Namun, hanya 4 perusahaan yang menjadi tersangka terkait kasus kebakaran hutan dan lahan di Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.

Tindakan apa yang telah diambil pemerintah untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan? Katadata merangkum upaya penanganan kebakaran hutan dan lahan serta asap yang dihasilkan dari berbagai sumber.

1. Menyiram air ke dalam mobil pemadam kebakaran dan tangki air untuk memadamkan api

Petugas pemadam kebakaran hutan menggunakan truk pemadam kebakaran dan tangki air untuk memadamkan api secara manual. Seperti yang terjadi di lebih dari 50 hektar hutan yang terbakar Kecamatan Balige Toba Samosir di Sumatera Utara pada pertengahan Juli 2019 lalu. Ada enam truk pemadam kebakaran di dinas pemadam kebakaran dan biro kehutanan setempat.

Opsi ini hanya dapat dilakukan jika kawasan memiliki aksesibilitas yang baik, sehingga mobil pemadam kebakaran dan tangki air dapat menjangkau kawasan tersebut. Jika sulit mencapai lokasi, petugas akan berusaha mencari sumber air terdekat, seperti sungai yang mengalir di dekat lahan atau hutan.

Seorang petugas polisi dari Polsek Sungai Kakap di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, mengubah sepeda motor menjadi mesin penyerap air untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan. Menurut Antara, Aipda Hendry Novian (Aipda Hendry Novian) memasang mesin penyedot air dan boks pengangkut pipa air pada sepeda motor tersebut.

Dia memikirkan hal ini ketika truk pemadam kebakaran tidak bisa memasuki area kebakaran hutan dan lahan. Karyanya berhasil digunakan untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan di Sungai Kacap pada akhir Juli tahun lalu.

2. Memadamkan dengan racun api

Racun dalam api merupakan zat kimia yang biasanya digunakan dalam alat pemadam kebakaran. Ada beberapa jenis racun api, antara lain bubuk kimia kering, konsentrat busa pembentuk lapisan cairan / lapisan air, karbondioksida (CO2), dan racun api halon (halo panas).

Dalam pemadaman kebakaran lahan gambut di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, polisi mencampurkan mesiu dan bubuk mesiu jenis busa ke dalam tangki air. Campuran ini dinilai lebih efektif dalam memadamkan api.

3. Gunakan pasir untuk memadamkan api

Pemadaman api dan kebakaran hutan tidak hanya melibatkan aparat dan prajurit Mangala Agni, tetapi juga polisi dan anggota TNI. Komunitas juga bekerja sama untuk menyediakan alat-alat sederhana. Kebakaran hutan atau lahan kecil dapat diatasi dengan menggali tanah atau pasir dengan sekop dan di kepala. Kemudian gunakan tanah atau pasir untuk menutupi hot spot agar tidak menyebar dan menjadi lebih besar.

4. Atasi kebakaran hutan dan lahan dengan helikopter yang membawa bom air

Di daerah pegunungan, kebakaran hutan dan lahan di daerah yang sulit dijangkau atau daerah yang terbakar terlalu besar untuk dipadamkan dengan helikopter. Persis seperti kebakaran yang terjadi di hutan Gunung Arjuno di Jawa Timur.

Penyebaran api dapat dikurangi dengan menjatuhkan bom air (water bombs) dari helikopter. Medan Gunung Arjuno sangat bervariasi dan mendekati ekstrim karena sulit bagi petugas pemadam kebakaran untuk mencapai tebing yang terjal. Pemantauan dilakukan melalui citra satelit Landsat 8 OLI / TIRS yang digabungkan dengan data titik panas yang tersebar di 3.000 hektar hutan.

Di penghujung Februari lalu, pada kebakaran di sejumlah wilayah Riau, penggunaan helikopter yang menjatuhkan bom juga berhasil meredam titik api. Sedikitnya enam helikopter dari semua sisi dikirim untuk mengangkut air dan kemudian meludahkannya di titik api. Helikopter tersebut terdiri dari 3 unit TNI, 1 unit TMC, 1 unit Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan 2 unit Sinarmas.

Cara Mencegah Kebakaran Hutan dan Lahan Karhutla 2021Cara Mencegah Kebakaran Hutan dan Lahan Karhutla 2021

5. Pemadaman listrik menggunakan teknologi modifikasi cuaca (TMC) atau curah hujan buatan

Melalui penggunaan metode penaburan benih curah hujan buatan, kebakaran hutan di Riau juga dapat diatasi. Cara ini memiliki pengaruh yang signifikan dalam mengurangi titik panas. Hal itu sudah diungkapkan Badan Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB Wisnu Widjaja.

Ia mengatakan di kantor BNPB, Jakarta Timur, Kamis: “Hujan buatan hanya dalam satu hari dapat menekan munculnya titik api dalam beberapa hari. Oleh karena itu, curah hujan buatan seperti ini sangat membantu kita, tetapi juga tergantung pada kondisi awan.

Badan Evaluasi dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyiapkan 17 ton benih air hujan untuk persiapan operasi teknologi perbaikan cuaca (TMC) untuk penaburan atau curah hujan buatan. Pelatihan dilakukan bantuan TNI Angkatan Udara berupa pesawat Cassa 212.

Badan Evaluasi dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyiapkan 17 ton benih air hujan untuk persiapan operasi teknologi perbaikan cuaca (TMC) untuk penaburan atau curah hujan buatan. Penyemaian dilakukan dengan bantuan pesawat Cassa 212 milik TNI Angkatan Udara.

Hujan buatan berperan sebagai pendorong awan, sehingga bisa membawa air lebih cepat. Kondisi tersebut bergantung pada kondisi awan, karena proses persemaian hujan membutuhkan awan kumulus aktif. Perlu diperhatikan bahwa proses hujan buatan ini mempercepat proses fisik pembentukan butiran hujan di awan.

Ketua BNPB Dwikorita Karnawati mengatakan dalam wawancara dengan Metrotv dua hari lalu bahwa proses perubahan cuaca di beberapa wilayah seperti kebakaran hutan dan lahan (seperti Palembang dan Kalimantan) dibatasi oleh tutupan awan yang tidak mencukupi. Proses pembibitan hujan membutuhkan konsentrasi awan 60%. Oleh karena itu, perubahan cuaca atau curah hujan buatan seperti ini tidak dapat menangani semua area yang mengalami kebakaran hutan dan lahan.

Mahfud meyakini, dalam arahan Presiden Joko Widodo (Joko Widodo), beberapa strategi perlu ditempuh agar bisa menangani kebakaran hutan dan lahan dengan baik serta mengurangi insiden.

A. Strategi pertama adalah meningkatkan pentingnya penanganan kebakaran hutan dan lahan dari pusat ke berbagai daerah dengan melakukan tindakan preventif, peringatan dini, penetapan peringatan darurat dini, penerapan reward and punishment, observasi lapangan dan mengajak masyarakat untuk mencegah hutan dan lahan. kebakaran Di daerah mereka.

“Hal ini menyebabkan penurunan yang meluas. Memang pada tahun 2019 terlihat berbeda dengan tahun sebelumnya karena kondisi iklim. Minimnya hari hujan serta intensitas curah hujan dan pola pengeringan. Beberapa provinsi di Sumatera tertutup kabut asap. Selain itu. , Masalah kabut asap juga mengganggu. Hubungan regional dengan negara tetangga “

B. Strategi kedua adalah Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, yang secara khusus memerintahkan kementerian dan lembaga untuk menerapkan teknik pengaturan cuaca untuk mengatur ritme curah hujan. MD berkata: “Mudah-mudahan persiapan kami untuk perubahan cuaca akan memungkinkan kami untuk menyesuaikan ritme curah hujan”.

C. Mahfud MD menambahkan, strategi ketiga, semua pihak harus menjaga kewaspadaan yang tinggi dalam menghadapi kemarau panjang. Oleh karena itu, berdasarkan asesmen bersama pada 6 Desember 2019, arah langkah ke depan dapat ditentukan dalam kewaspadaan cuaca dan pengawasan, dan arahan tersebut tidak akan menunggu sampai datangnya musim kemarau.

“Inovasi sedang dilakukan untuk mempercepat dan mendorong upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Misalnya percetakan desa mandiri, swasta dan masyarakat penguasaan lahan hutan dan kebun, serta ruang teritorial penguasaan lahan yang tidak membakar lahan.

Mahfud mengklaim jika dibandingkan dengan 2,61 juta pada 2015, luas kebakaran hutan pada 2019 sudah berkurang menjadi 1,5 juta hektare. Mahfud menuturkan, situasi ini terlihat dari fakta yang ada di tempat kejadian. Mahfud MD mengatakan: “Menurut catatan, luas kebakaran pada 2019 hanya 1.592.010 hektar, lebih kecil dari 2,61 juta hektar pada 2015”.